Paraf Petisi vs Logical Fallacy

Paraf petisi : boikot Sari Roti. Widih..terdengar gahar (dan keren) ya? Jelas. Ini menyangkut aksi 212 yang difitnah seolah-olah ditunggangi kepentingan politik, sehingga pihak PR Sari Roti merasa perlu mengklarifikasi bahwa perusahaan tersebut tidak terlibat dalam kegiatan aksi bela Islam 3.


Mari kita cermati beberap hal dari kasus di atas. Pertama, memang klarifikasi Sari Roti cenderung kontra produktif. Apakah jika anda menyumbang nasi padang kepada panti asuhan, pengusaha nasi padang perlu mengklarifikasi bahwa rumah makannya tidak ikut serta dalam kegiatan sedekah? Sedangkan anda menyumbang atas nama pribadi pula. Dengan demikian, klarifikasi semacam ini sebenarnya sama sekali tidak penting. 

Poin kedua, reaksi kebanyakan umat Muslim terhadap klarifikasi tersebut. Banyak teman saya di media sosial melakukan hal yang sama kontra produktifnya, dengan menandatangi paraf petisi untuk memboikot produk Sari Roti. 

Wahai kawan, sudikah engkau berpikir lebih jernih, melihat sebagai gambaran yang lebuh besar? Oke taruhlah ulah PR atau pemilik Sari Roti telah melukai spirit para pejuang aksi 212, tapi pantaskah akibat pemboikotan ini justru ditanggung oleh rakyat kecil? Mamang-mamang penjaja Sari Roti yang tak tahu-menahu masalah strategi branding. Mereka hanya bingung menhapa omset dagangannya menurun drastis. Sementara, ada anak istri di rumah yang harus mereka hidupi. Pernahkah kau berpikir dampaknya sejauh ini, kawan? 

Ketiga, dilihat dari segi ilmu hukum, akhirnya saya simpulkan bahwa pemboikotan tersebut masuk dalam ranah logical fallacy jenis bandwagon fallacy. Artinya, pelaku membenarkan perilakunya semata-mata didasarkan pada pendapat mayoritas. Padahal,  pada banyak kasus, belum tentu yang lazim adalah juga yang benar. Misalkan, banyaknya pejabat yang korupsi apakah lantas menjadikan korupsi sebagai sesuatu yang benar.
Jadi, kembali lagi, mari kita perluas pemikiran agar tidak tersesat dalam logika salahsempit yang ujung-ujungnya merugikan rakyat kecil.  

Comments

Popular posts from this blog

Cultural Leadership

Menjemput Impian

Dear Future Hubby